Senin, 02 Januari 2012

Kekerasan di kelas tidak sesuai etika GURU

KEKERASAN DI KELAS TIDAK SESUAI DENGAN ETIKA GURU
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pendidikan Multikultur
yang Dibina oleh Bapak Estu Widodo.
 Oleh:

Happy Dwi Izzati
201010430311383

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
JANUARI 2011

Nama   : Happy Dwi Izzati
Nim      : 201010430311383
Email    : Happydwi@rocketmail.com

KEKERASAN DI KELAS TIDAK SESUAI DENGAN ETIKA GURU
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini marak terjadi kekerasan terhadap peserta didik di sekolah, anehnya itu dilakukan oleh oknum guru. Padahal sudah diberlakukannya UU perlindungan anak, namun hal itu masih terjadi kekerasan. Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan juga peraturan perundang-undangan lainya tidak ada sama sekali memberikan kewenangan kepada guru untuk melakukan tindakan fisik dalam bentuk kekerasan apapun.
Peserta didik kadang-kadang tidak menikmati proses belajar mengajar dengan baik, karena di dalam proses pembelajaran terjadi kekerasan fisik dan psikis di sekolah. Kadang-kadang guru melakukan tindakan kekerasan kepada para peserta didik dengan alasan hukuman atau disiplin. Guru menggunakan kekuatan fisik yang melibatkan cidera fisik, seperti memukul, menganiaya, dll. Kekerasan fisik adalah tindakan berupa pemukulan baik menggunakan tangan maupun alat, penamparan, tendangan yang dapat menimbulkan luka atau memar pada tubuh.  Selain kekerasan fisik, ada juga kekerasan psikis yang merupakan suatu bentuk kekerasan secara emosional yang dilakukan dengan cara menghina, melecehkan, mencela, melontarkan perkataan yang menyakiti perasaan, melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat orang merasa hina, kecil, lemah jelek, tidak berguna dan tidak berdaya.
Kekerasan terhadap peserta didik, khususnya kekerasan psikis, dapat menyebabkan anak mengalami trauma psikis. Hal ini akan berdampak pada hasil prestasi siswa, siswa akan menjadi pendiam di kelas, tidak mau bergaul dan bisa menimbulkan dendam siswa kepada gurunya.
            Kekerasan yang terjadi di dalam kelas, tidak sesuai dengan etika guru. Hal itu terdapat dalam kode etik guru, kode etik guru diantaranya:

1.      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

2.      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

3.      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengakar.

4.      Guru memelihara hubungan baik dengan orangtua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta rasa dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

5.      Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

6.      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.

7.      Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Berdasarkan kode etik guru tersebut, seorang guru sudah mempunyai aturan untuk membimbing dan mendidik siswa tanpa ada unsur kekerasan. Guru berkewajiban menciptakan suasana yang kondusif di dalam kelas agar siswa merasa nyaman, santa dan tidak merasa tertekan dalam proses pembelajaran di kelas. Apabila guru menghukum siswa, maka guru harus mengerti keadaan siswa tersebut.
Sebagaimana uraian kode etik tersebut, kepala sekolah juga berperan dalam hal mengatasi kekerasan di dalam kelas.
B. Solusi
1. Bagi Sekolah
Pendidikan tanpa kekerasan adalah suatu pendidikan yang ditujukan pada anak dengan mengatakan "tidak" pada kekerasan dan menentang segala bentuk kekerasan. Dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, guru dapat melakukannya dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, mengenali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai  dengan talenta yang dimiliki siswa (Susilowati, 2007).
            Sekolah terus mengembangkan dan membekali guru baik dengan wawasan / pengetahuan, kesempatan untuk punya pengalaman baru, kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Guru juga membutuhkan aktualisasi diri, tidak hanya dalam bentuk materi, status, dsb. Guru juga senang jika diberi kesempatan untuk menuangkan aspirasi, kreativitas dan mencoba mengembangkan metode pengajaran yang menarik tanpa keluar dari prinsip dan nilai-nilai pendidikan. Selain itu, sekolah juga bisa memberikan pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum. Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
Sekolah yang ramah bagi siswa merupakan sekolah yang berbasis pada hak asasi, kondisi belajar mengajar yang efektif dan berfokus pada siswa, dan memfokuskan pada lingkungan yang ramah pada siswa.
2. Bagi Orangtua atau keluarga
Hindari tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mengandung unsur kekerasan. Kekerasan yang ditampilkan dalam film cenderung dikorelasikan dengan heroisme, kehebatan, kekuatan dan kekuasaan. Setiap masalah yang ada, sebaiknya dicari solusi / penyelesaiannya dan jangan sampai berlarut-larut. Kebiasaan menunda persoalan, menghindari konflik, malah membuat masalah jadi berlarut-larut dan menyita energy. Sikap terbuka satu sama lain dan saling mendukung, sangat diperlukan untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan baik.
3. Bagi Siswa yang Mengalami Kekerasan.
Segera sharing pada orangtua atau guru atau orang yang dapat dipercaya mengenai kekerasan yang dialaminya sehingga siswa tersebut segera mendapatkan pertolongan untuk pemulihan kondisi fisik dan psikisnya.

Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pihak, baik guru, orang tua dan siswa untuk memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi atau aksi yang tepat, namun semakin menambah masalah. Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat dan mengurangi terjadinya kekerasan pada siswa. Perlu diingat, bahwa untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan kerjasama dari semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA
http://verykaka.wordpress.com/2007/10/19/kode-etik-guru-indonesia/ 
( Diakses pada tanggal 12 januari 2011).
http://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=58853168075&topic=7109 
( Diakses pada tanggal 14 januari 2011).

Pendidikan dan Budi pekerti

PENTINGNYA PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SDM
MAKALAH
Guna Untuk Memenuhi Tugas
PENDIDIKAN NILAI BUDI PEKERTI
Yang dibimbing oleh ; Bpk. Rohmad Widodo
Oleh:


HAPPY DWI IZZATI (201010430311383)
Kelas:  1 C

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
DESEMBER 2010
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan budi pekerti merupakan inti dari setiap  kebudayaan, khususnya nilai moral yang merupakan sarana pengatur dari kehidupan bersama. Sangatlah menentukan didalam setiap kebudayaan pendidikan diseluruh dunia kini sedang mengkaji kembali perlunya pendidikan karakter dibandingkan kembali (forisha, 1972 : 81-123).
Banyak pelajaran yang terkait tentang budi pekerti, seperti agama, ppkn, dan BK (bimbingan konseling). Pelajaran tersebut mengajarkan tentang etika moral dan sopan santun sesama manusia. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa pelajaran tersebut telah terbukti tidak mampu membentuk sikap budi pekerti, karena pelajaran tersebut menitik beratkan pada nilai saja, bukan perilaku keseharian siswa.
Ada pelajaran mengenai budi pekerti yang masih membekas pada diri siswa. Misalnya, cara memegang pensil atau bolpoin yang baik sehingga bisa menulis dengan baik dan rapi, sehingga tulisan tersebut dapat dibaca. Selain mengajarkan cara memegang pensil atau bolpoin, kerapian siswa juga perlu di perhatikan, contohnya kuku dan rambut. Apabila kerapian tersebut di perhatikan, maka tidak akan menganggu proses belajar.

1.2 Rumusan Masalah
 1.2.1 Apa saja hal-hal yang menjadi masalah tentang perlunya pendidikan moral?
 1.2.2 Apa saja faktor-faktor pendidikan budi pekerti yang wajib dilaksanakan oleh guru ?
 1.2.3 Bagaimana langkah-langkah kualitas SDM saat ini ?

1.3 Tujuan
 1.3.1 Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi masalah tentang perlunya pendidikan moral.
 1.3.2 Untuk mengetahui faktor-faktor pendidikan budi pekerti yang wajib diketahui dan dilaksanakan oleh guru.  
 1.3.3 Untuk mengetahui langkah-langkah kualitas SDM saat ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hal-hal yang menjadi masalah tentang perlunya pendidikan moral
1. Melemahnya ikatan-ikatan keluarga yang secara tradisional merupakan guru pertama dari setiap anak sekolah. Dengan demikian sekolah mempunyai tugas ganda, selain tugas pokoknya mengajar. Dalam kehidupan keluarga yang tidak tentram, anak sukar untuk belajar, oleh sebab itu sekolah perlu memperhatikan atau mewujudkan suatu moral masyarakat dalam kehidupan sekolah yang membantu anak-anak yang tidak memperolehnya dari dalam keluarga.
2. Hal ini baru merupakan sebagian saja dari kelainan-kelainan tingkah laku para pemuda yang menurut penelitian merupakan akibat dari disintigrasi keluarga. Tidak mengherankan apabila generasi muda yang kehilangan pegangan di dalam lingkungan primer, yaitu dalam keluarga menghadapi keadaan yang lebih parah di dalam masyarakat. Demikian kita lihat semakin meningkatnya tingkah laku kekerasan dari pemuda, ketidak jujuran, pencurian dan krisis kewibawaan.
3. oleh sebab itu, para orang dewasa harus mendorong untuk tumbuhnya moralitas dasar tersebut dengan jalan mengajar kepada generasi muda. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai objektif, nilai tersebut merupakan dasar perekat dan pengikat dari hidup bersama. Nilai-nilai tersebut adalah nilai dari hakekat manusia.

2.2  Faktor-faktor pendidikan budi pekerti yang wajib diketahui dan dilaksanakan oleh guru
1. Pendidik haruslah menjadi seorang model
      Pendidik haruslah menjadi seorang model dan sekaligus menjadi mentor dari peserta didik di dalam mewejudkan nilai-nilai moral didalam kehidupan disekolah. Tanpa ada guru atau pendidik seorang model, akan sulit untuk diwujudkan suatu pranat sosial yang dapat mewujudkan nilai-nilai kebudayaan. Hal tersebut bukan hanya diwujudkan ditaman kanak-kanak tetapi juga sampai perguruan tinggi.
2. Praktekkan disiplin moral
    Dengan cara mempraktekkan disiplin moral kepada peserta didik, mereka akan mengetahui tentang suatu hal yang baik. Kalau pelaksanaan moral yang tidak disiplin sama artinya dengan tidak bermoral.
3. Menciptakan situasi demokratis di ruang kelas
    Didalam situasi demokratis di ruang kelas, tidak terjadi secara indoktrinasi tetapi melalui proses inkuiri dan penghayatan yang intensif mengenai nilai moral tersebut. Apabila di dalam kelas terjadi proses belajar dan mengajar yang konkrit, maka akan membantu para peserta menjadi jujur terhadap diri sendiri dan terhadap guru serta kawan-kawan yang lain.
4. Mengembangkan refleksi moral
Refleksi moral dapat dilaksanakan melalui pendidikan budi pekerti atau pendidikan moral. Ada yang menghawatirkan bahwa refleksi moral merupakan senjata makan tuan. Pendapat tersebut adalah suatu fallacy maka nilai-nilai moral merupakan suatu refleksi yang telah teruji dalam masyarakat. Sudah tentu  pelaksanaan nilai-nilai moral tersebut terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang memilikinya.

2.3 Langkah-langkah kualitas SDM saat ini
1. Menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan memadai untuk anak didik sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
2. Memantau dan mengevaluasi pendidikan di sekolah-sekolah.
3. Memberi kesempatan kepada para tenaga didik.
4. pemberikan beasiswa kepada anak didik yang berprestasi.
5. menjalani kerjasama dengan perguruan tinggi di luar daerah.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Bangsa Indonesia sekarang ini telah memiliki bermacam-macam pendidikan nilai budi pekerti yang banyak menawarkan tugas-tugas guru yang di gunakan sesuai dengan pendapat ahli. Dimana teori tersebut mempunyai pengaruh bagi pendidikan yang akan datang di Indonesia selain itu juga memiliki langkah-langkah kualitas SDM yang berkesinambungan pada proses pendidikan Indonesia.

3.2 Saran
            Sebaiknya para pendidik lebih memahami dan mengarahkan peserta didik tentang pentingnya penanaman nilai budi pekerti, supaya tumbuh pada diri siswa tentang etika moral dan sopan santun sesama manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Tilaar, H.A.R. 1999. “ Pendidikan Kebudayaan”. Jakarta: PT Remaja Rosdalakayra.
http://www.Wikepedia.com ( diakses tanggal 22 Desember 2010)

Pembentukan pribadi anak

PERANAN LEMBAGA PENDIDIKAN NONFORMAL
DALAM PEMBENTUKAN PRIBADI ANAK
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Bahasa Indonesia
yang Dibina oleh Bapak Muhammad Adib Fanani, S.Pd.
Oleh:

Happy Dwi Izzati
201010430311383

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
JANUARI 2011
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya makalah yang berjudul “Peranan Lembaga Pendidikan Nonformal dalam Pembentukan Pribadi Anak”, sehingga makalah ini dapat dihadirkan kepada semua pembaca. Makalah ini disusun sedemikian rupa untuk memberitahukan kepada orangtua bahwa pendidikan nonformal itu sangatlah penting bagi anak.
            Susunan dan cara menyajian bahan ajar ini dibentuk untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam penyusunan ini tak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Muhammad Adib Fanani, S.Pd., selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan masukkan, sehingga terselesainya makalah ini.
2. Teman-teman mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan khususnya Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, beserta semua pihak yang telah membantu.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi siapapun yang membacanya. Makalah ini masih memungkinkan mendapat masukan untuk perbaikan, saya dengan senang hati jika pembaca berkenan memberikan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini. Sekali lagi terima kasih.

                                                                        Malang, 4 Januari 2011
                                                                                    Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….                      i
KATA PENGANTAR………………………………………………….......                        ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………….            ………            iii
BAB I             PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………..             1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………....            2
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………….             2
BAB II                        PEMBAHASAN
2.1 Ciri-ciri yang Membedakan Pendidikan Nonformal dengan   Pendidikan Formal …………………………………….                                 3
2.2 Aspek Penting dari Masalah Pendidikan yang juga menjadi Persoalan Saat Ini ………………………………............     3
BAB III          PENUTUP                 
3.1 Kesimpulan ……………………………………………..             5
3.2 Saran ……………………………………………………            5
DAFTAR PUSTAKA ………………...……………………………………             6


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Proses fertelisasi atau pembuahan ( fertilization) dapat di ikuti dari permulaan benih laki-laki yang membuahi benih perempuan. Sel benih tidak akan di uraikan sesudah 14 hari membagi diri menjadi beribu-ribu sel dan kemudian terjadi beberapa lapisan, sehingga sesudah dua bulan janin tersebut akhirnya membentuk anak. Proses kelahiran tempat benih tadi setelah sembilan bulan ada di dalam kandungan ibu, kemudian akan menjadi seorang bayi. Seorang bayi akan mengalami perubahan besar, karena ia mempunyai wujud yang sama persis dengan ibunya.
            Pada waktu terjadi pembuahan, telah di tetapkan secara alamiah, apakah rambutnya akan lurus atau keriting, berwarna pirang atau hitam, kulitnya putih atau kuning, bentuk badannya relatife pendek atau panjang. Itu adalah faktor dari keturunan yang merupakan segi jasmaniahnya. Apa yang akan di bawa sejak lahir dari aspek mental atau psikis ini masih merupakan kemungkinan-kemungkinan yang berkat pengaruh-pengaruh lingkungan, pendidikan dan bimbingan akan berkembang menjadi kemampuan, inilah yang disebut perkembangan yang bersifat psikis atau mental.
Seorang yang dilahirkan bagaikan sehelai kertas putih yang tidak ada coretan atau noda sekecil apapun. Seseorang dilahirkan dengan beraneka macam bakat dan minat. Bakat dan minat tersebut akan muncul dengan sendirinya saat dia mulai tumbuh kembang, bahkan ada juga yang dibesarkan dalam lingkungan yang berbudaya. Masyarakat dan keluarga patut menyiapkan diri dalam memenuhi kebutuhan manusiawi putra-putrinya, berkenaan dengan peningkatan kemampuan intelektual, kreativitas, maupun ketangguahan pribadinya. Khususnya bagi lembaga-lembaga nonformal di masyarakat.
Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur formal. Meskipun dengan demikian, pendidikan formal juga ditata dan mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Pendidikan nonformal ini sering juga dikenal sebagai “pendidikan luar sekolah” meskipun pada umumnya pendidikan ini pun diselenggarakan di ruangan yang menyerupai sekolah. Pendidikan nonformal sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola sifat nasional. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas: lembaga kursus, lembaga pelatian, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

1.2 Rumusan Masalah
1) Apa saja ciri-ciri yang membedakan pendidikan nonformal dengan pendidikan formal ?
2) Apa saja aspek penting dari masalah pendidikan yang juga menjadi persoalan  saat ini ?

1.3 Tujuan Penelitian
 1) Mengetahui apa saja ciri-ciri yang membedakan pendidikan nonformal dengan pendidikan formal.
 2) Mengetahui apa saja aspek penting dari masalah pendidikan yang juga menjadi persoalan saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ciri-ciri yang Membedakan Pendidikan Nonformal dengan Pendidikan Formal
            Ciri-ciri yang jelas membedakan  pendidikan nonformal dengan pendidikan formal adalah keluwesan pendidikan nonformal berkenaan dengan waktu dan lama belajar, usia peserta didik, isi pelajaran, cara penyelenggarraan pengajaran dan cara penilaian hasil belajar. Pendidikan nonformal pada umumnya merupakan pendidikan keterampilan yang mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan menyelanggarakan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan dalam bidang produksi dan jasa, serta meningkatkan mutu kehidupan peserta sendiri.
Menurut Suyatno-ikm berpendapat bahwa ciri yang membedakan pendidikan nonformal dengan formal sebagai berikut:
Pendidikan Nonformal
Pendidikan Formal
– Ada waktu belajar tertentu
– Metode lebih formal
– Di luar gedung sekolah formal
– Ada evaluasi yang sistematik
– Materi bersifat praktis atau khusus
– Usia peserta tidak perlu seragam, dll

– Dibagi atas jenjang dengan hirarkhis
– Peserta homogen
– Waktu lama
– Materi lebih akademis dan hal-hal umum
– Berlangsung formal
– Ijasah penting


2.2 Aspek Penting dari Masalah Pendidikan yang juga menjadi Persoalan Saat Ini
            Suatu aspek penting dari masalah pendidikan yang juga menjadi persoalan ialah kehidupan keluarga di Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini, terutama yang kita alami di kota-kota besar, adalah krisis pendidikan. Hal ini dikarenakan lenyapnya kesatupaduan dunia yang dapat menjadi cakrawala tunggal dari ribuan pengalaman manusia, yang semakin tercerai berai, ayah, ibu, masing-masing dengan kesibukannya sendiri-sendiri, secepatnya peningkatan perkembangan pengetahuan dan tuntutan berbagai keterampilan maupun kesesuaian sikap kehidupan modern ( modernisasi), menyebabkan seorang anak sulit memiliki pendangan yang menyeluruh dan menyatu di tengah seluruh realitas hidup. Oleh sebab itu, anak yang terkena secara langsung pengaruh pendidikan, mereka jugalah yang akan merasakan tidak konsistennya pedoman hidup orang tua di tengah masyarakat yang sedang bergejolak dalam transisi mencari tata hidup yang mapan. Disinilah peranan lembaga nonformal amat menentukan karena pencapaian untuk menghadapi era industrialisasi dan era informasi dalam pengembangan sangat di tentukan oleh kesiapan masyarakat tumbuh kembang ke arah tersebut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Bayi biasanya jasmaniah rata-rata mirip dengan orang tuanya, terutama ibu. Akan tetapi dalam hal bakat dan minat, akan tumbuh dengan sendirinya kelak dia dewasa nanti, bisa saja itu terkena pengaruh dari lingkungan sekitar. Seorang anak membutuhkan pendidikan, selain pendidikan formal yang dilaksanakan di sekolah, seorang anak juga membetuhkan pendidikan nonformal atau di sebut juga pendidikan luar sekolah. Dalam hal ini anak bebas untuk mencari teman yang berbeda umur dan pendidikan nonformal ini juga dapat menggali keterampilan dan kemauan seorang anak.

3.2 Saran
            Sebaiknya orang tua mengetahui keterampilan dan kemauan putra-putrinya sejak dini, supaya dapat dikembangkan atau ditingkatkan dengan baik. Sebaiknya orang tua juga memberikan perhatian yang baik kepada anak-anaknya, karena itu sangat dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 1991. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Fuad Ihsan. 2008. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Semiawan, Conny R. 2009. Penerapan Pembelajaran Pada Anak. Jakarta: PT Indeks.

Budaya kota LAMONGAN

BUDAYA TARI BORAN
DARI KOTA LAMONGAN
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Ilmu Sosial Budaya Dasar
yang Dibina oleh Ibu Daroe Istiwaningsih
 Oleh:

Happy Dwi Izzati
201010430311383

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
JANUARI 2011
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
            Tari BORAN (Sego Boran) adalah penggambaran suasana kehidupan para penjual Nasi Boran di Kabupaten Lamongan dalam menjajakan dagangannya dan berinteraksi dengan pembeli. Kesabaran, gairah, dan semangat serta ketangguhan adalah semangat mereka dalam menghadapi ketatnya persaingan dan beratnya tantangan hidup untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Iwak kutuk, sambel, sili, plethuk, peyek, gimbal, empuk adalah ciri khasku, Nasi Boran khas Lamongan. Dalam penampilan Tari Boranan, dibawakan secara berpasangan degan membawa properti bakul ( boran). Irama dalam Tari Boran ini naik turun. Kadang kala gerakannya lambat, kadang kala gerakannya menjadi cepat. Selain itu, tidak mudah menemukan ratusan siswi yang benar-benar memiliki bakat seni.
Setiap ada kegiatan kesenian, Tari Boranan selalu mengisi acara tersebut. Termasuk juga vestifal HJL ( Hari Jadi Lamongan ) Tari Boranan juga ditampilkan yang dibawakan oleh 440 putri Lamongan bertepatan dengan Hari Jadi Lamongan yang ke- 440 di alun - alun Kota Lamongan. Para penari terlihat begitu lincah, serasi dan kompak dalam membawakan Tari Boranan. Para warga terlihat antusias dan datang berbondong untuk memperingati Hari Jadi Lamongan.
2. Rumusan Masalah
  1. Apa saja prestasi Tari Boran ?
  2. Kapan saja Tari Boran di adakan ?

3. Tujuan
1. Mengetahui prestasi Tari Boran
2. Mengetahui kapan Tari Boran di adakan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prestasi Tari Boran
Tari Boran diadakan pada tahun 2006 untuk mengikuti FESTIVAL KARYA TARI JAWA TIMUR (FKT JATIM) di Taman Krida Budaya Malang pada tanggal 28 Juli 2006. Dalam FKT JATIM 2006 tersbut Tari Boran meraih 7 dari 8 kategori yang dinominasikan, yaitu :
  1. 3 penata tari unggulan
  2. Penata tari terbaik
  3. 3 penata rias busana unggulan
  4. Penata rias dan busana terbaik
  5. 5 penyaji unggulan
  6. Penyaji terbaik antar wilayah Parama Nitya gatra budaya Purwa
  7. Penyaji terbaik
Dengan menyabet gelar Juara Umum maka Kabupaten Lamongan mewakili Jawa Timur untuk maju ke tingkat Nasional. Pada tanggal 14 Agustus 2007 Tari Boran maju ke tingkat Nasional dalam even PARADE TARI NUSANTARA 2007 di Sasana Langen Budaya TMII Jakarta, dibawakan oleh 8 penari. Dalam even ini Tari Boran mewakili Jawa Timur kembali meraih Juara Umum dengan meraih 8 dari 9 nominasi, yaitu :
  1. 5 penata tari unggulan
  2. 5 penata musik unggulan
  3. 5 penata rias busana unggulan
  4. Penata tari terbaik
  5. Penata musik terbaik
  6. Penyaji unggulan antar wilayah Jawa Bali
  7. 10 penyaji unggulan
  8. Penyaji terbaik.
Dengan meraih gelar juara umum maka Propinsi Jawa Timur kembali membawa PIALA BERGILIR IBU TIEN SOEHARTO untuk ketiga kalinya.

2.2 Pelaksanaan Tari Boran
            Pelaksanaan Tari Boran biasanya dilaksanakan pada acara-acara seperti:
1. Hari Jadi Lamongan ( HJL)
2. Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)
3. Hari Kemerdekaan Indonesia ( 17 agustus ), dll.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Tarian ini menceritakan tentang bagaimana sulitnya perjuangan para penjual Nasi Boran khas Lamongan. Kebudayaan ini sangat membanggakan kota Lamongan, karena Tarian ini telah memperoleh banyak prestasi yang luar biasa. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Lamongan biasanya menampilkan Tarian ini, supaya para warga Lamongan mengetahui bahwa Lamongan mempunyai kesenian yang luar biasa.

3.2 Saran
            Kebudayaan Tari Boran yang ada di lamongan ini perlu di lestarikan, supaya tidak di clam atau di tiru oleh kota lain. Tarian ini sebaiknya mulai di ajarkan pada anak-anak usia dini, supaya mereka bisa melestarikannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://disbudpar-lamongan.web.id/wisata-budaya/63-tari-boran 
( Diakses pada tanggal 4 Januari 2011)
http://ajeng100894.blogspot.com/2009/05/tari-boran.html 
(Diakses pada tanggal 4 Januari 2011)

 

Design By: Dafiin Defandaky